Tuesday, July 3, 2012

Masjid Istiqlal, Gaya Arsitektur Islam Modern

Hampir seluruh umat Islam di Indonesia mengenal Masjid Istiqlal, Jakarta. Masjid kemerdekaan ini merupakan salah satu masjid kebanggaan umat Islam di Indonesia.

Tidak saja karena namanya yang mengingatkan pada peristiwa kemerdekaan Republik Indonesia, tetapi masjid ini juga merupakan yang terbesar di kawasan Asia Tenggara.

Sejumlah tokoh mancanegara pernah mengunjungi masjid ini, seperti Pangeran Charles, mantan presiden Amerika Serikat Bill Clinton, mantan Presiden Libya Muammar Qadafi, hingga Presiden Amerika Serikat saat ini, Barack Obama.

Keberadaan masjid ini memang telah lama menjadi pusat perhatian warga Indonesia ataupun wisatawan mancanegara. Kemegahan serta kapasitas masjid yang dapat menampung ribuan jamaah membuat masjid ini memiliki daya tarik tersendiri.

Terletak di Jalan Medan Merdeka Timur, Jakarta Pusat, bangunan Masjid Istiqlal berdiri di atas tanah seluas hampir empat hektare (ha). Bangunan Masjid Istiqlal yang termasuk salah satu bangunan bersejarah ini dibangun pada masa pemerintahan presiden pertama RI, Ir Soekarno. Gagasan awal agar dibangunnya Masjid Istiqlal datang dari sejumlah tokoh agama.

Pada tahun 1953, sejumlah ulama mencetuskan ide untuk mendirikan masjid megah yang akan menjadi kebanggaan warga Jakarta sebagai ibukota negara dan juga rakyat Indonesia secara keseluruhan. Selain itu, masjid tersebut juga merupakan perwujudan rasa syukur atas kemerdekaan yang telah diraih bangsa Indonesia dari tangan penjajah.

KH Wahid Hasyim, selaku Menteri Agama RI ketika itu, melontarkan ide pembangunan masjid itu bersama-sama dengan H Agus Salim, H Anwar Tjokroaminoto, dan Ir Sofwan. Para tokoh Islam ini kemudian mengadakan pertemuan yang dihadiri oleh sekitar 300 ulama di bawah pimpinan KH Taufiqurrahman.

Ide itu kemudian diwujudkan dengan membentuk Yayasan Masjid Istiqlal pada 7 Desember 1954 dan mengangkat H Anwar Tjokroaminoto sebagai ketuanya. Nama Istiqlal diambil dari bahasa Arab yang berarti merdeka sebagai simbol dari rasa syukur bangsa Indonesia atas kemerdekaan yang diberikan oleh Allah SWT.

Masjid Istiqlal mulai didirikan pada 1961. Peletakan batu pertama sebagai tanda dimulainya pembangunan masjid dilakukan oleh Presiden Soekarno pada 24 Agustus 1961. Setelah memakan waktu pembangunan sekitar 17 tahun, pada 1978 berdirilah bangunan masjid dengan luas hampir mencapai empat hektare. Bangunan masjid ini terdiri atas gedung utama, gedung serbaguna, teras raksasa, menara, dan ruang wudhu yang berada di lantai dasar.

Gaya Islam modern

Masjid Istiqlal ini bergaya arsitektur Islam modern. Di balik gagahnya bangunan Masjid Istiqlal ini, tersirat berbagai simbol ajaran Islam. Masjid Istiqlal menerapkan prinsip desain minimalis dan secara umum terdiri atas bangunan utama, bangunan pendahulu dengan teras pendamping, teras raksasa terbuka, teras keliling, dan bangunan menara. Konstruksi bangunannya berlantai lima dan didominasi batu marmer dan besi antikarat mulai dari lantai, dinding, hingga kubahnya.

Sementara itu, halaman Masjid Istiqlal seluas 9,5 hektar dengan tujuh buah pintu gerbang masuk. Di halaman masjid, terdapat jembatan dan air mancur yang berada di tengah-tengah kolam.

Halaman masjid dikelilingi pepohonan yang rindang agar suasana masjid terasa sejuk sehingga akan menambah kekhusyukan jamaah beribadah di masjid ini.

Bangunan menara setinggi 66,66 meter dengan diameter lima meter dan berfungsi sebagai tempat muazin mengumandangkan azan sebagai tanda tiba waktu shalat. Konon, ketinggian menara ini sebagai simbol dari jumlah ayat yang terdapat dalam Alquran yang menurut sebagian riwayat sebanyak 6.666 ayat.

Adapun bangunan utama masjid yang merupakan area shalat utama berukuran 75 m x 75 m dengan ketinggian langit-langit sekitar 19 meter. Bangunan ini memiliki kubah berdiameter 45 meter yang terbuat dari kerangka baja stainless steel dengan ketinggian 47 meter.
Bagian luar kubah dilapisi keramik dan bagian dalam langit-langitnya dilapisi stainless steel. Bagian atas kubah dipasang penangkal petir berbentuk lambang bulan dan bintang. Diameter 45 meter merupakan simbol penghormatan dan rasa syukur atas kemerdekaan Indonesia di tahun 1945.

Bagian dalam, di bawah sekeliling kubah, terdapat kaligrafi Surah Al-Fatihah, Surah Thaha ayat 14, Ayat Kursi, dan Surah Al-Ikhlas. Bagian dalam kubah ditopang oleh 12 pilar berdiameter dari beton dan dilapisi dengan stainless steel dengan tinggi 12 meter. Angka ini merupakan simbol angka tanggal kelahiran Nabi Muhammad SAW, yaitu 12 Rabiul Awal.

Tempat wudhu terdapat di beberapa lokasi di lantai dasar yang dilengkapi dengan keran khusus sebanyak 660 buah. Sehingga, secara bersamaan, 660 orang dapat berwudhu sekaligus. Masjid Istiqlal ini dapat menampung sekitar 135.000 jamaah yang melakukan ibadah secara serentak bersama-sama dalam masjid ini.

Gedung induk yang terdiri atas lantai utama yang berfungsi untuk ruang shalat memiliki kapasitas 16.000 orang. Di samping kiri, kanan, serta belakang, terdapat lantai bertingkat lima yang dapat menampung jamaah sebanyak 61.000 orang.

Di belakang gedung induk, terdapat gedung pendahuluan yang berfungsi sebagai penghubung ke lantai atas dan dapat berfungsi untuk shalat bagi 8.000 jamaah. Selain dua gedung ini, Masjid Istiqlal juga mempunyai teras ukuran raksasa berukuran 19.800 meter persegi yang dapat menampung sekitar 50.000 jamaah.

Di lantai dasar, juga terdapat ruangan kaca luas yang pernah digunakan untuk Festival Istiqlal pertama dan kedua pada 1991 dan 1995. Selain itu, terdapat puluhan ruangan yang terdiri atas dua aula dan beberapa perkantoran. Aula ini berfungsi sebagai tempat diskusi ilmiah dan pertemuan. Hingga saat ini, bentuk bangunan masjid tidak berubah sejak dibangun pertama kali.

Selain digunakan sebagai aktivitas ibadah umat Islam, masjid ini juga digunakan untuk aktivitas sosial dan kegiatan umum. Masjid ini juga menjadi salah satu daya tarik wisata yang terkenal di Jakarta. Kebanyakan wisatawan yang berkunjung umumnya wisatawan domestik dan sebagian wisatawan asing.

Simbol kerukunan umat beragamaUsulan sejumlah tokoh Islam untuk mendirikan sebuah masjid sebagai kebanggaan umat Islam di Indonesia atas kemerdekaan yang telah diraih disambut positif oleh Presiden Soekarno.

Bung Karno pun menyambut baik ide tersebut dan mendukung berdirinya Yayasan Masjid Istiqlal yang kemudian membentuk Panitia Pembangunan Masjid Istiqlal (PPMI).

Rencana pembangunan Masjid Istiqlal sempat tertunda karena persoalan penentuan lokasi masjid yang menimbulkan perdebatan antara Bung Karno dan Bung Hatta yang pada saat itu menjabat sebagai Wakil Presiden RI.

Bung Karno mengusulkan lokasi di atas bekas benteng Belanda Frederick Hendrik dengan Taman Wilhelmina yang dibangun oleh Gubernur Jenderal Van Den Bosch pada 1834 yang terletak di antara Jalan Perwira, Jalan Lapangan Banteng, Jalan Katedral, dan Jalan Veteran.

Pada sekitar tahun 1950 hingga akhir tahun 1960-an, Taman Wilhelmina di depan Lapangan Banteng dikenal sepi, gelap, kotor, dan tak terurus. Tembok-tembok bekas bangunan benteng Frederick Hendrik di taman dipenuhi lumut dan rumput ilalang di mana-mana.

Sementara itu, Bung Hatta mengusulkan lokasi pembangunan masjid terletak di tengah-tengah umatnya, yaitu di Jalan Thamrin, yang pada saat itu di sekitarnya banyak dikelilingi kampung. Selain itu, ia juga menganggap pembongkaran benteng Belanda tersebut akan memakan dana yang tidak sedikit.

Akhirnya, Presiden Soekarno memutuskan membangun masjid di lahan bekas benteng Belanda karena di seberangnya telah berdiri Gereja Kathedral dengan tujuan untuk memperlihatkan kerukunan dan keharmonisan kehidupan beragama di Indonesia.

Kemudian, pada tahun 1955, PPMI mengadakan sayembara rancangan gambar atau arsitektur Masjid Istiqlal yang dewan jurinya diketuai langsung oleh Presiden Soekarno dan beranggotakan Prof Ir Rooseno, Ir H Djuanda, Prof Ir Suwardi, Ir R Bratakusumah, RD Soeratmoko, Hamka, H Abu Bakar Atjeh, dan Oemar Husein Amin. Sayembara tersebut menawarkan hadiah berupa uang sebesar Rp 75.000 serta emas murni seberat 75 gram.

Sebanyak 27 peserta mengikuti sayembara tersebut, namun hanya lima peserta yang memenuhi syarat kala itu. Kelima peserta ini adalah Frederich Silaban dengan rancangannya bertema ''Ketuhanan", R Oetoyo dengan tema "Istighfar", Hans Groenewegen dengan tema "Salam", mahasiswa ITB (lima orang) dengan tema "Ilham 5", dan mahasiswa ITB (tiga orang) dengan tema "Khatulistiwa".

Setelah proses penjurian yang panjang, akhirnya pada 5 Juli 1955 atas perintah Presiden Soekarno diputuskan desain rancangan dengan tema "Ketuhanan" karya Frederich Silaban yang dipilih sebagai pemenang. Frederich Silaban pada masa itu merupakan seorang arsitek terkenal di Indonesia. Selain Istiqlal, karya lainnya yang masih menghiasi ibukota adalah desain gedung Bank Indonesia (BI) dan Kompleks Gelanggang Olahraga Senayan.

Toleransi beragama yang tinggi sedari dulu telah ditunjukkan oleh umat beragama di Indonesia. Masyarakat saling membantu untuk membangun tempat ibadah, tidak jarang kemudian dibantu oleh umat agama lain.

Demikian halnya dalam pembangunan Masjid Istiqlal. Sang arsitek Frederich Silaban yang merupakan lulusan terbaik Academie van Bouwkunst Amsterdam tahun 1950 adalah penganut Kristen Protestan yang taat.

Arsitek kelahiran Bonandolok, Sumatera, 16 Desember 1912 itu, merupakan anak dari pasangan suami istri Jonas Silaban Nariaboru.
Untuk menyempurnakan rancangan Masjid Istiqlal, Silaban mempelajari tata cara dan aturan orang Muslim dalam melaksanakan shalat dan berdoa selama kurang lebih tiga bulan. Selain itu, ia juga mempelajari banyak pustaka mengenai masjid-masjid di dunia.
Proses panjangPembangunan masjid yang diarsiteki Frederich Silaban ini dimulai pada 24 Agustus 1961 atau saat itu bertepatan dengan peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW. Presiden Soekarno ketika itu langsung bertindak sebagai kepala bidang teknik pembangunan Masjid Istiqlal.

Namun, hingga pertengahan tahun 1960-an, proyek Masjid Istiqlal tersendat-sendat pembangunannya. Di samping karena iklim politik dalam negeri yang cukup memanas kala itu, juga disebabkan pembangunannya berbarengan dengan Gelora Senayan, Monumen Nasional, dan berbagai proyek mercusuar lainnya.
Puncaknya, ketika meletus peristiwa G 30 S/PKI tahun 1965-1966, pembangunan Masjid Istiqlal terhenti sama sekali. Barulah ketika Himpunan Seniman Budayawan Islam memperingati miladnya yang ke-20, sejumlah tokoh, ulama, dan pejabat negara tergugah untuk melanjutkan pembangunan Masjid Istiqlal.

Dipelopori oleh menteri agama saat itu, KH M Dahlan, upaya penggalangan dana mewujudkan fisik masjid digencarkan kembali. Kedudukan Presiden Soekarno sebagai kepala bidang teknik digantikan oleh KH Idham Chalied, sekaligus bertindak sebagai koordinator panitia nasional Masjid Istiqlal yang baru. Melalui kepengurusan yang baru, masjid dengan arsitektur bergaya modern itu selesai juga pembangunannya.

Semula, pembangunan masjid direncanakan akan memakan waktu selama 45 tahun. Namun, dalam pelaksanaannya, ternyata jauh lebih cepat. Bangunan utama dapat selesai dalam waktu enam tahun. Tepatnya, pada 31 Agustus 1967, masjid sudah dapat digunakan, yang ditandai dengan berkumandangnya azan pertama untuk shalat Maghrib.
Pada 29 September 1967, untuk pertama kali, diselenggarakan shalat Jumat di masjid ini. Secara keseluruhan, pembangunan Masjid Istiqlal diselesaikan dalam kurun waktu 17 tahun. Peresmiannya dilakukan oleh presiden Soeharto pada 22 Februari 1978.


No comments:

Post a Comment